Karakter

Saya kenal seseorang yang benar-benar berkarakter itu ketika di apalah. Bukan hanya berkarakter sebagai individu tapi juga berkarakter sebagai guru yang membentuk karakter siswanya. Sebut saja namanya Tesa.

Karakter itu ciri khas yang melekat pada diri seseorang. Jika kita membicarakan sesuatu pasti langsung tertuju pada orang tersebut. Misalnya ketika kita membicarakan Tesa maka yang ada di benak kita adalah warna kesukaannya: hijau, kacamata, buku, style-nya yang asik, bahasa Indonesia, ramah, dan penampilannya yang cerdas.

Dia sosok yang dekat dengan anak-anak. Ikhlas memang bukan manusia yang menilai, tapi orang lain juga bisa merasakan ketulusan. Siswa juga punya instinct apakah gurunya tulus atau tidak, apakah gurunya sayang pada mereka atau sekedar mengharap pundi-pundi rupiah. Teman saya, Tesa ini bahkan saat masih di ruang guru sudah dijemput oleh siswa-siswanya.

Kehadirannya dinantikan.

Tutur katanya pun tertata rapi, mungkin karena dia memang orang bahasa ya. Kelihatan juga wawasannya yang luas, jelas berasal dari konsumsi bukunya.

Suatu hari ketika kami lagi jalan-jalan ke Toga, kami bertemu dengan salah satu alumni SMA. Alumni tersebut bercerita tentang kuliahnya, ambil tata boga. “Wah keren, mungkin bisa jadi nanti kita akan lihat kamu di acara master chef,” begitu tanggapan Tesa.

Satu hal yang saya sukai darinya adalah positive thinking-nya. Bagaimana ia memandang sesuatu. Dia orang yang nggak bisa bilang enggak. Nggak enakan. Nggak bisa nolak. Walaupun sambil nahan tangis dia akan tetap melakukan hal itu. Dia bisa mengubah sudut pandangnya. Itu kelebihan sekaligus kekurangan.

Membicarakan Tesa juga berarti membicarakan suara merdunya sambil membayangkan tangannya memainkan gitar.

Guru bahasa Indonesia yang juga ngasih bimbel IPA dan matematika.

Hampir tidak pernah absen di sekolah. Tidak pernah terlambat. Ya karena memang dia tipe yang nggak bisa nyari-nyari alasan. Hehee.

Kalau lagi jalan bareng, biasanya kita ke Royal – shopping setelah gajian, paling sering ke Togamas -beli stationery lucu lucu yang entah kita butuh atau enggak. Suatu hari kami pernah nyari tas di Royal, dan satu hal lagi karakter kuatnya adalah mengucapkan terima kasih kepada penjual setiap keluar toko. Padahal enggak beli.

Meja kerjanya rapi. Barangnya lengkap. Mau nyari alat apa juga ada. Sudah semacam tempat fotokopian lah.

Ngobrolin ide-ide dengannya selalu menyenangkan. Selera jokes kita sama. Bahkan selera sepatu atau baju kita sama. Suatu hari Bu Dyah menunjukkan dua sepatu yang dia sendiri bingung mau membeli yang mana, dan tentu saja saya dan Tesa menunjuk sepatu yang sama. Kalau kita lagi lihat majalah pun kita biasanya punya alasan yang sama dalam memilih barang. Pernah pula Bu Nenden berkomentar tentang rok saya yang warnanya katanya ‘luntur’, eh tapi lagi-lagi saya dan Tesa justru menyukai warna tersebut.

Tesa yang dulu sempat bilang mau resign, ternyata tetap bertahan. Di foto instagramnya juga terlihat amat mencintai pekerjaannya. Darinya saya belajar tulus. Melakukan yang terbaik yang kita bisa. Bermanfaat bagi orang lain. Anak-anak apalah itu butuh sosok sepertinya, sebaliknya Tesa juga butuh ada di apalah.

Teman seperti dia sulit untuk saya dapatkan lagi. Teman seperjuangan mencari jalan S2, meski sampai saat ini tak satupun dari kami yang lanjut S2.

Darinya saya belajar apa itu karakter. Darinya saya belajar menciptakan karakter saya sendiri. Dengan menjadi diri sendiri. Dengan memberikan manfaat di bidang saya. Dengan menjadi ahli di bidang saya.

Ahh~ kangen ustadzah Tesa.

karakter_logo

____________________________________________________________________________________________

Dalam rangka mengingat briefing ustad Fathur tadi pagi, “Orang sukses itu orang yang punya karakter”. Karakter seperti apa yang ingin kita tunjukkan, dan karakter seperti apa yang ingin kita bentuk untuk anak-anak kita.

Penulis:

Hamba Allaah. Muslimah. Physics teacher. Love crafting. Love writing. Love reading. Spread the possitive energy!

Tinggalkan komentar