An Excuse

236098-find-a-way-not-an-excuse

Salah satu momen yang paling kuingat ketika kuliah adalah hari dimana aku presentasi *entah matkul apa* di depan bu Dyah.  Mata kuliah ini mempelajari tentang logam atau lebih tepatnya alloy. Berhubung saya murid pindahan dari instrumen ke material, agaknya saya cukup meraba-raba tentang apa yang akan hadapi. Cukup kenal juga dengan karakter dosen saya tersebut. Seperti biasa tugas anak material adalah mencari jurnal internasional lantas mempresentasikannya. Jangan pikir kita akan dijelaskan terlebih dahulu, atau jangan pikir kita akan disodorkan referensi. Apa yang kita lakukan adalah mendownload jurnal – penelitian orang lain, dengan teks berbahasa inggris lalu memposisikan diri sebagai peneliti yang memaparkan hasilnya.

Semester enam saat itu. Berdasarkan hasil ‘kopyokan’ aku maju dengan nomor urut sekian. Jurnal sudah dapat, dan aku suka banget dengan jurnal tentang bio-material tersebut. Dua hari atau malah satu hari sebelum presentasi, aku ngebut mentranslate dengan baik, mencari referensi pendukung, dan membuat slide power point tentunya. Malam harinya aku sampai ngelembur, tidur di depan laptop sambil sesekali belajar ketika terbangun. Sampailah pada hari H.

Revisi! Begitulah hasilnya.

Saat itu aku kesel banget. Ya Allaah ibuk ini nggak ngerti perjuanganku ngelembur beberapa hari. Paling nggak mbok ya memberikan apresiasi dulu. Pulang kuliah aku nangis di motor.

Tapi satu dua hari selanjutnya, aku tahu. Aku salah. Aku masih jauh dari usaha maksimal. Persiapanku kurang matang, amat sangat kurang matang. Ketika bu Dyah ‘menghabisi’ku di depan kelas waktu itu, yang kurasakan adalah malu. Malu pada teman-teman yang mana mereka lebih baik daripada aku. Harusnya aku mencari tahu lagi, lebih banyak lagi tentang materinya. Ketika itu aku hanya diam. Tak berkata satu pun. Tak beralasan apapun. Ya karena aku memang tak punya alasan. Aku salah ya salah saja. Tak kujelaskan yang telah kuusahakan. Tak kubuat alasan.

Bagiku, waktu tidak bisa dijadikan alasan. Padatnya kegiatan pun bukan alasan. Kita sama-sama diberikan 24 jam dalam sehari. Semestinya kita bisa mengaturnya dengan baik. Entah apapun kegiatan yang kita pilih untuk kita lakukan, sadarilah resikonya. Nggak perlu membuat buat alasan sok sibuk. Itu sih urusan Anda. Jangan paksa orang lain mengerti urusan kita. Itu nggak gentle. Justru buktikan dengan padatnya aktivitasmu, kamu tetap bisa menghandle segala hal dengan baik.

Akhirnya setelah revisi, hasilnya cukup baik dan tentu lebih memuaskan.

Poin dari cerita ini adalah:

  1. Jangan paksa orang lain mengerti keadaan kita
  2. Jangan banyak membuat alasan
  3. kita sama-sama diberikan 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu
  4. buktikan bahwa dengan padatnya aktivitas kita, kita tetap bisa menghandle sesuatu dengan baik
  5. lebih bijak lagi memanajemen waktu
  6. Jangan ngebut dalam mengerjakan sesuatu
  7. Jangan menurunkan standar, karena lama-lama akan semakin rendah
  8. Ketika kita di posisi yang menilai, bukan berarti kita menjadi tak punya hati, kita pun harus kuat melihat wajah melas orang lain sebab sebenarnya tujuan kita adalah menjadikan orang tersebut lebih kuat
  9. Bukan berarti kita tak mau tahu urusan orang, hanya disiplin ya disiplin, semua ada konsekuensinya.
  10. Terimakasih banyak untuk ibu Dyah atas ilmu dan bimbingannya selama ini.

 

Tulisan ini dibuat dalam rangka gregetan dengan hasil rapat yang dilanggar sendiri. Kalau gitu ngapain ada rapat cobak?