Jipon

Jipon atau Jilbab Poni merupakan salah satu tren kekinian yang merebak di kalangan jilbaber. Ralat, bukan tren kekinian melainkan virus kekinian. Entah sejak kapan dimulainya virus ini.

Seingatku ketika aku di bangku sekolah dulu, ketika di kelas hanya satu dua orang saja yang berjilbab, istilah jipon tidak kami kenal. Meskipun kesadaran akan wajibnya berjilbab belum setenar sekarang, namun kami berjilbab dengan baik. Kain tebal dan modelnya standar. Standar Al Qur’an maksudnya. Tidak menampakkan sehelai rambutpun, tidak pula sebiji poni pun.

Mode pakaian silih berganti. Tren fashion makin berkembang. Dulu musim kerudung bling bling yang cara pakainya dililitkan di leher. Atau kalau anak sekolahan ujung depannya yang menjuntai itu diberi cincin (you know what I mean kan?). Ketika kuliah muncullah jilbab paris. Dengan berbagai macam warna. Mudah mendapatkan warna apapun. Mudah dibentuk apapun. Sayangnya jilbab paris ini pun, mudah terlihat rambutnya karena sifat kainnya yang nerawang. Kemudian jilbab pasmina. Ukurannya yang panjang menjadikan pemakainya makin kreatif. Hingga muncullah istilah hijaber.

Memasuki dunia kerja. Pekerjaanku nggak jauh jauh dari tren jilbab di kalangan anak muda. Bukan… bukan di majalah fashion terkemuka. Di sebuah sekolah swasta cukup bonafit di Surabaya. Alhamdulillah sekolah bernafas Islam. Jadi ya semua siswa siswinya 100% muslim. Siswi dan ustadzahnya pastilah berjilbab. Sayangnya nafas Islam itu sepertinya belum mendarah daging. Kurangnya ilmu tentang bagaimana berjilbab seharusnya. Ya tentu juga tanggung jawab kami sebagai pendidik. Miris melihat sebagian besar siswinya berjilbab tapi poninya masih terlihat menjuntai. Satu dua helai. Tapi tetap saja itu rambut. Aurat wanita.

Selepas dari sekolah bonafit bernafas Islam itu, aku tetap bekerja di lingkungan pendidikan berjiwa Islam. Peraturannya jauh lebih ketat. Tapi memang sulit menanamkan kesadaran pada orang lain. Jipon masih di temukan. Jika tidak di lingkungan sekolah, kami temukan di foto pada media sosial mereka. Nggak ngerti lah apa yang mau dipamerkan. Padahal di sekolah, kami berusaha selalu menjaga mereka dengan senantiasa memberi contoh dan mengingatkan.

Saat ini, saat gerakan berjilbab makin gencar, saat gerakan berhijab syar’i makin menyebar, gerakan menuntut ilmu juga harus di sebarluaskan. Gerakan anti jipon. Rasanya gemes gemes gregetan gitu, melihat pemakai jipon berkeliaran. Tidak lagi malu bahkan mengunggah selfi berjipon di media sosial. Sungguh, malu adalah mahkota kita. Tanpa rasa malu, tak pantas lagi kita mengaku sebagai perhiasan dunia atau bidadari surga.

Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa jilbab bukan sekedar seragam sekolah yang hanya dipakai di lingkungan sekolah. Jilbab adalah seragam ketakwaan kita sebagai muslimah.

komik-muslimah-208