Time Flies

Everything has changed. Everyone has changed. It’s only me who still the same šŸ™‚

Hari ini salah satu teman saya merayakan hari bahagianya. Saya datang tanpa undangan, hanya berbekal informasi dari jeng Tri. Setelah malam sebelumnya menyiapkan bungkusan sesuatu. Bukan kado. Hanya kertas yang ketika melihatnya bring back memories. Kertas bertulis tanggal kami berdua skipped school, izin dari pemberkasan UTS, eh malah telat datang. Lucu.

Bertemu dengan teman-teman lama. Ya alhamdulillah they still noticed me, masih menegur saya, menanyakan kabar masing-masing. Hisashiburii… Long time rasanya nggak ngegosip sama jeng Tri. Really miss her so much. Really miss all of them so much. Mereka semua sampai kapanpun adalah teman-teman saya. Mereka semua sampai kapanpun adalah keluarga saya. Orang-orang yang mengajari saya buanyaak hal. My Al Falah Ketintang Family.

Dulu ketika saya resign dari alfalah, saya berazam jika saya kembali bekerja di sekolah maka sekolah itu minimal sebaik alfalah. Saya berazam pula jika kelak saya menikah, saya ingin keluarga besar alfalah hadir disana. Semoga selalu kompak dalam ukhuwah Islam.

Barakallaah.. dear Ustadzah Tesa dan Suami. Semoga samawa, langgeng sampe maut memisahkan, cepat diberi keturunan yang sholih sholihah.

When arms can’t reach each other, let’s hugging with prayers.

jeng-tri-jeng-hanna

Buat saya itu prinsip

167913582

Agak curhat ya… setelah sekian lama tidak menulis.

Tentang kebiasaan saya ketika SMA dulu. Saat masih berstatus siswa dan masih culun. Saya cukup sering mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku. Atau kadang pinjem dari temen. Buku apa?

Novel.

Novel apa?

Teenlit.

Yes. Teenlit yang isinya pacar-pacaran itu. Teenlit yang so sweet so sweet an itu.

Tapi, saya nggak pernah pacaran. Buku memang amat banyak mempengaruhi pola pikir kita. Jadi sebelum saya membaca teenlit atau sambil membacanya, saya pun membaca buku lain. Salah satu favorit dan paling manfaat adalah kisah serial fiksi “Betty Ta Iye” karya Fauzan Muttaqien. Sudah pernah saya review di blog ini. Search by yourself ya. Buku itu satu diantara penyebab saya anti pacaran.

Saya meski tipikal manusia keras kepala tapi saya lunak jika diberikan alasan ilmiah dan logis. Ilmiah artinya berdasar Qur’an dan Sunnah. Logis artinya bisa diterima akal manusia.

Akhirnya sampai usia seperempat abad ini, saya punya prinsip. Prinsip yang masih saya pegang hingga detik ini. Tentu itu semua karena RAHMAT dan KARUNIA Allah sebenarnya, bukan karena saya sama sekali. Tidak sama sekali karena diri saya sendiri.

Bagi saya, nggak pacaran itu prinsip. Berteman dengan banyak orang itu baik, tapi tetap ada batasan. Kadang saya juga suka kesel sama gaya sok cool, arrogant, ignorant saya. Saya nggak bisa mengubah gaya angkuh saya menjadi lebih cute ke-cewek-an gitu. Kita punya jarak aman.

Sama seperti itu, nggak majang foto juga prinsip. Saya bukan yang nggak ng-uploadĀ foto diri sama sekali. Tapi sekali lagi ada batasan. Nggak semua hal perlu kita publikasikan. Hal-hal spesial justru lebih istimewa jika disimpan sendiri.

Buat saya semua itu prinsip.

Saya bukan manusia sempurna. Hanya seorang guru biasa, yang lebih sering khilaf. Yang lebih banyak ditutupi oleh Allah aibnya.

Gimanapun juga kita harus punya prinsip dalam hidup. Punya target dan punya tujuan. Wanita nggak melulu yang so cute. Bagi saya wanita itu harus cerdas, tegas, punya prinsip, bisa diandalkan. Selain harus beradab, berakhlak, bertindak sesuai kodratnya.

Bismillaah, semoga kita semua bisa menjaga prinsip kita.

An Excuse

236098-find-a-way-not-an-excuse

Salah satu momen yang paling kuingat ketika kuliah adalah hari dimana aku presentasi *entah matkul apa* di depan bu Dyah. Ā Mata kuliah ini mempelajari tentang logam atau lebih tepatnya alloy. Berhubung saya murid pindahan dari instrumen ke material, agaknya saya cukup meraba-raba tentang apa yang akan hadapi. Cukup kenal juga dengan karakter dosen saya tersebut. Seperti biasa tugas anak material adalah mencari jurnal internasional lantas mempresentasikannya. Jangan pikir kita akan dijelaskan terlebih dahulu, atau jangan pikir kita akan disodorkan referensi. Apa yang kita lakukan adalah mendownload jurnal – penelitian orang lain, dengan teks berbahasa inggris lalu memposisikan diri sebagai peneliti yang memaparkan hasilnya.

Semester enam saat itu. Berdasarkan hasil ‘kopyokan’ aku maju dengan nomor urut sekian. Jurnal sudah dapat, dan aku suka banget dengan jurnal tentang bio-material tersebut. Dua hari atau malah satu hari sebelum presentasi, aku ngebut mentranslate dengan baik, mencari referensi pendukung, dan membuat slide power point tentunya. Malam harinya aku sampai ngelembur, tidur di depan laptop sambil sesekali belajar ketika terbangun. Sampailah pada hari H.

Revisi! Begitulah hasilnya.

Saat itu aku kesel banget. Ya Allaah ibuk ini nggak ngerti perjuanganku ngelembur beberapa hari. Paling nggak mbok ya memberikan apresiasi dulu. Pulang kuliah aku nangis di motor.

Tapi satu dua hari selanjutnya, aku tahu. Aku salah. Aku masih jauh dari usaha maksimal. Persiapanku kurang matang, amat sangat kurang matang. Ketika bu Dyah ‘menghabisi’ku di depan kelas waktu itu, yang kurasakan adalah malu. Malu pada teman-teman yang mana mereka lebih baik daripada aku. Harusnya aku mencari tahu lagi, lebih banyak lagi tentang materinya. Ketika itu aku hanya diam. Tak berkata satu pun. Tak beralasan apapun. Ya karena aku memang tak punya alasan. Aku salah ya salah saja. Tak kujelaskan yang telah kuusahakan. Tak kubuat alasan.

Bagiku, waktu tidak bisa dijadikan alasan. Padatnya kegiatan pun bukan alasan. Kita sama-sama diberikan 24 jam dalam sehari. Semestinya kita bisa mengaturnya dengan baik. Entah apapun kegiatan yang kita pilih untuk kita lakukan, sadarilah resikonya. Nggak perlu membuat buat alasan sok sibuk. Itu sih urusan Anda. Jangan paksa orang lain mengerti urusan kita. Itu nggak gentle. Justru buktikan dengan padatnya aktivitasmu, kamu tetap bisa menghandle segala hal dengan baik.

Akhirnya setelah revisi, hasilnya cukup baik dan tentu lebih memuaskan.

Poin dari cerita ini adalah:

  1. Jangan paksa orang lain mengerti keadaan kita
  2. Jangan banyak membuat alasan
  3. kita sama-sama diberikan 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu
  4. buktikan bahwa dengan padatnya aktivitas kita, kita tetap bisa menghandle sesuatu dengan baik
  5. lebih bijak lagi memanajemen waktu
  6. Jangan ngebut dalam mengerjakan sesuatu
  7. Jangan menurunkan standar, karena lama-lama akan semakin rendah
  8. Ketika kita di posisi yang menilai, bukan berarti kita menjadi tak punya hati, kita pun harus kuat melihat wajah melas orang lain sebab sebenarnya tujuan kita adalah menjadikan orang tersebut lebih kuat
  9. Bukan berarti kita tak mau tahu urusan orang, hanya disiplin ya disiplin, semua ada konsekuensinya.
  10. Terimakasih banyak untuk ibu Dyah atas ilmu dan bimbingannya selama ini.

 

Tulisan ini dibuat dalam rangka gregetan dengan hasil rapat yang dilanggar sendiri. Kalau gitu ngapain ada rapat cobak?

Jipon

Jipon atau Jilbab Poni merupakan salah satu tren kekinian yang merebak di kalangan jilbaber. Ralat, bukan tren kekinian melainkan virus kekinian. Entah sejak kapan dimulainya virus ini.

Seingatku ketika aku di bangku sekolah dulu, ketika di kelas hanya satu dua orang saja yang berjilbab, istilah jipon tidak kami kenal. Meskipun kesadaran akan wajibnya berjilbab belum setenar sekarang, namun kami berjilbab dengan baik. Kain tebal dan modelnya standar. Standar Al Qur’an maksudnya. Tidak menampakkan sehelai rambutpun, tidak pula sebiji poni pun.

Mode pakaian silih berganti. Tren fashion makin berkembang. Dulu musim kerudung bling bling yang cara pakainya dililitkan di leher. Atau kalau anak sekolahan ujung depannya yang menjuntai itu diberi cincin (you know what I mean kan?). Ketika kuliah muncullah jilbab paris. Dengan berbagai macam warna. Mudah mendapatkan warna apapun. Mudah dibentuk apapun. Sayangnya jilbab paris ini pun, mudah terlihat rambutnya karena sifat kainnya yang nerawang. Kemudian jilbab pasmina. Ukurannya yang panjang menjadikan pemakainya makin kreatif. Hingga muncullah istilah hijaber.

Memasuki dunia kerja. Pekerjaanku nggak jauh jauh dari tren jilbab di kalangan anak muda. Bukan… bukan di majalah fashion terkemuka. Di sebuah sekolah swasta cukup bonafit di Surabaya. Alhamdulillah sekolah bernafas Islam. Jadi ya semua siswa siswinya 100% muslim. Siswi dan ustadzahnya pastilah berjilbab. Sayangnya nafas Islam itu sepertinya belum mendarah daging. Kurangnya ilmu tentang bagaimana berjilbab seharusnya. Ya tentu juga tanggung jawab kami sebagai pendidik. Miris melihat sebagian besar siswinya berjilbab tapi poninya masih terlihat menjuntai. Satu dua helai. Tapi tetap saja itu rambut. Aurat wanita.

Selepas dari sekolah bonafit bernafas Islam itu, aku tetap bekerja di lingkungan pendidikan berjiwa Islam. Peraturannya jauh lebih ketat. Tapi memang sulit menanamkan kesadaran pada orang lain. Jipon masih di temukan. Jika tidak di lingkungan sekolah, kami temukan di foto pada media sosial mereka. Nggak ngerti lah apa yang mau dipamerkan. Padahal di sekolah, kami berusaha selalu menjaga mereka dengan senantiasa memberi contoh dan mengingatkan.

Saat ini, saat gerakan berjilbab makin gencar, saat gerakan berhijab syar’i makin menyebar, gerakan menuntut ilmu juga harus di sebarluaskan. Gerakan anti jipon. Rasanya gemes gemes gregetan gitu, melihat pemakai jipon berkeliaran. Tidak lagi malu bahkan mengunggah selfi berjipon di media sosial. Sungguh, malu adalah mahkota kita. Tanpa rasa malu, tak pantas lagi kita mengaku sebagai perhiasan dunia atau bidadari surga.

Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa jilbab bukan sekedar seragam sekolah yang hanya dipakai di lingkungan sekolah. Jilbab adalah seragam ketakwaan kita sebagai muslimah.

komik-muslimah-208

Seragam

flo in the glass

Semoga kerudung panjangnya nggak cuma ‘seragam’ sekolah saja. Semoga baju longgarnya nggak cuma ‘aturan’ pondok saja. Semoga anti jiponnya bukan karena takut ustad.

Semoga menutup auratnya karena Allah. Semoga Akhlak mulianya mencontoh Rasulullah. Semoga Allah memudahkan langkah kita. Menjadikan kita manusia beradab, berilmu, dan menyebar manfaat.

….

Semoga ada kami disetiap do’a kalian, sama halnya seperti ada kalian disetiap do’a kami.

-Nasihat buat diri yang penuh kekurangan ini, umumnya untuk kita semua-

Memandang wajah wajah bingung

What did you do when your students stare at you with their speechless calm eyes?

class

Tahu apa yang paling sulit dari belajar fisika? Ada. MENGAJAR FISIKA. Belajar aja susah, bikin diri sendiri ngerti aja susah apalagi bikin orang lain ngerti, ya kan?

Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi pintar. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan pada Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah. [Kiai Hj. Maemun Zubair]

Kita mengajar manusia, yang punya kemampuan beda-beda. Tidak akan pernah bisa distandarkan dengan angka. Setiap anak itu berharga, jangan pernah lupa bahwa Allah memberi kelebihan dan kekurangan. Tidak masalah jika nilai di bawah kkm. Sementara kkm adalah standar buatan manusia, sedangkan kita cukup memakai standar Allah saja.

Tapi bukan berarti kita diam begitu saja, tanpa usaha apapun. Sebagai guru misalnya, hanya datang, duduk, mengajar sekenanya. Biarkan saja murid-murid tidak paham, toh bisa jadi apa yang kita ajarkan tidak bermanfaat untuk hidup mereka. Guru sudah merasa cukup dan tidak mau mengupgrade diri. Bagiku itu sama saja dengan MENYERAH. Jangan menyalahkan anak-anak pun menyalahkan keadaan. Kita berkoar supaya anak-anak terus berjuang, nah kitanya menyerah. Tidak memperbaiki diri. Nonsense.

Meskipun kelak fisika tidak akan terpakai dalam hidupmu, tapi belajarlah satu hal, bahwa kita jangan pernah menyerah. Sesulit apapun soal yang kau hadapi. Jangan lari. Analisa dulu, variabel apa yang diketahui. Analisa apa yang dicari. Lalu jawab dengan sistematis berdasarkan rumus-rumus yang ada.

Kita semua anak-anak istimewa. Jika bukan ini kelebihan kita maka jangan pernah berhenti mencari. Jangan pernah berhenti belajar. Jangan lepas dari buku. Jangan lupa berkarya dan memberi manfaat sebanyak-banyaknya. Let’s spread the positive energy.

So for me, a plan before teach is a must. Harus selalu belajar sebelum mengajar. Membuat inovasi dan kreasi. Untukmu yang berpikir kalau guru sekedar datang lalu mengajar, itu SALAH. Diamnya adalah sebuah rencana. Apalagi fisika. Mapel paling dibenci anak IPA sepanjang masa. Kita harus memutar otak untuk menyederhanakan kalimat kita biar sampai dengan tepat.

Jadi yaa, sudah biasa lah memandang wajah-wajah penuh tanda tanya dari depan. And you know, itu adalah ekspresi terimut dari anak-anak.

IMG_1653
Enjoying sunday with 11 Smart 2Ā 
to5
My very first alfalah student. Now they should be 12 graders.

Bismillaah.

10 Kuliah Agama Islam

Teringat dulu dapat matkul PAI di semester 2 sebanyak dua SKS. That’s it! ditambah TeKyuKyu (Tulis: TQQ) yang aku lupa apa kepanjangannya. Lol. Ya itu saja, materi berbau agama di bangku kuliah. Nggak lebih baik daripada dua jam sepekan di bangku SMP-SMA saya. Berhubung saya produk ‘negeri’ yang pelajaran agamanya minimalis, jadi kurang banget kalau kita hanya mengandalkan sekolahan.

Akhirnya apa yang terjadi di bangku kuliah? Pernah suatu ketika teman-teman diskusi atau debat? tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat natal. Kelompok yang memperbolehkan mengatakan atas nama toleransi antar umat beragama selama kita tidak ikut ritual agama. Kelompok yang tidak setuju, menyatakan bahwa toleransi itu kita tidak ikut campur, tidak saling mengganggu dan tidak juga memberi selamat yang artinya sepakat bahwa Tuhan telah lahir ke dunia.

Mahasiswa jaman sekarang yang pinter demo ‘sok’ menuntut hak rakyat kecil tapi nol tentang akidahnya. Mahasiswa yang diserang virus Pluralisme, paham ngawur yang mulai menjamur – menyatakan semua agama adalah sama.

Lalu apa yang membekas dari matkul PAI yang hanya dua SKS, dengan materi yang entahlah apa, dosen yang mungkin kadang masuk kadang enggak?

Bagi saya, yang saya ingat hanyalah pertanyaan teman saya tentang zodiak. Jawaban dari dosen yang ‘abu-abu’ bahwa yeaah kadang memang tepat sih tapi kadang juga enggak, jadi yaa bla bla blaaa… Sebatas itu saja ingatan saya. Selain ingat senyum dosen saya tersebut. šŸ™‚

Oleh karena itu, bersyukurlah kita dapat tugas merangkum buku karya Dr. Adian Husaini. Saya butuh waktu sekitar empat hari untuk membaca, lalu beberapa hari untuk mengumpulkan niat menulis, dan akhirnya rampung di hari terakhir. Meskipun sebenernya tangan gatel pengen segera nulis review di blog dengan bahasa ‘sesuka hati saya’ tapi saya berazzam menyelesaikan rangkuman untuk dikumpulkan dulu dengan bahasa ‘baku’ sesuai EYD.

Sebagaimana judulnya, ā€œ10 Kuliah Agama Islamā€, dalam buku ini dipaparkan sepuluh hal urgent menurut penulis yang wajib dipahami oleh mahasiswa. Sebelum kita memasuki setiap bab, kita akan menemukan alasan mengapa Dr. Adian Husaini menulis ā€œ10 Kuliah Agama Islamā€ pada bagian pengantar. Penulis mengawali dengan menyebutkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kita sebagai warga negara Indonesia diajak merenung dan memikirkan kembali tujuan dari pendidikan di Indonesia.

Mari kita renungkan dengan sungguh-sungguh tujuan yang pertama dari Pendidikan Tinggi tersebut: ā€œBerkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.ā€ [Halaman 8]

Kita tentu sepakat dengan penulis tentang mulianya tujuan pendidikan Indonesia. Dan perlu kita garisbawahi bahwa semua karakter hebat mahasiswa tersebut bermuara pada tujuan menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketika kita berbicara tentang keimanan dan ketakwaan maka mindset kita akan terbawa pada pendidikan agama. Kita pun akan sependapat dengan penulis dalam menyayangkan jatah mata kuliah agama Islam di jenjang S-1 hanya dua SKS dalam satu semester. Selain keterbatasan waktu, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah dosen pengampu mata kuliah dan materi ajar yang kadang kurang sesuai. Oleh karena itu, melalui buku ini, Dr. Adian Husaini berusaha memberikan buku panduan yang diharapkan cukup untuk memberikan pemahaman ilmu Islam yang mumpumi untuk para mahasiswa dan dosen.

Saya rasa buku ini bisa dijadikan alternatif sebagai buku pegangan untuk matkul PAI. Bahkan buku wajib baca untuk mahasiswa atau calon mahasiswa. Sebab menjadi mahasiswa itu seperti meloncat dari siswa biasa berubah nama menjadi MAHAsiswa. Memasuki dunia perkuliahan kita akan bertemu lebih banyak orang dari berbagai latar belakang, teman-teman maupun dosen. Efeknya kita akan disuguhkan dengan berbagai paham yang dibawa oleh mereka. Mulai dari yang mengajak ke jalan yang lurus sampai yang mengajak ke jalan yang berkelok-kelok bahkan mengajak ke jalan yang buntu. Semua pilihan kembali kepada kita. Ketika akidah kita kuat, ilmu kita mumpuni, berada di komunitas yang baik, membaca buku yang tepat, Insya Allah paham seaneh apapun akan lewat saja.

NB: Belum ada reviewnya di goodreads ^^

IMG_20160603_161325

Paperback, 291 pages
Published May 2016 by Pro-U Media
Original Title: 10 Kuliah Agama Islam
ISBN: 978-602-7820-43-2
Edition Language:Ā Indonesia

Trough the book

buku

Nostalgia sedikit ketika dulu sering bikin challenge tertentu bersama teman-teman alfalah. Kita suka membuat proyek, ya misalnya: Drawing challenge, Writing challenge, Cerpen project. Atau nostalgia ketika sore sepulang sekolah kita hang out ke Toko Buku, beli buku atau stationery thing. Pun ketika kita saling belajar bikin blog atau logoĀ pake Corel Draw.

It was a great time. Punya teman-teman luar biasa dan melakukan hal-hal menyenangkan. Kita terus terpacu untuk belajar, terpacu untuk berlari kencang, bersaing tapi tetap berpegangan tangan.

Dari teman-temanku itulah aku dikenalkan lebih dekat dengan buku. Tentu aku juga suka membaca dan menulis. Dan bersama mereka rasanya the moment will never be bored. Yap sampai sekarang aku lebih mencintai buku. Lebih mencintai ilmu. Melalui buku kita bisa melihat dunia.

Maka apakah yang lebih buruk ketika kita merasa puas dengan keadaan yang kita dapati saat ini? Merasa nyaman dan cukup. Keadaan seperti inilah yang membuat otak kita beku, membuat kita selalu berjalan di tempat.

Mungkin aku sudah tidak bisa bertemu teman-temanku sesering dulu, jarang berbicara bahkan hang out. Tidak bisa lagi bertukar pikiran. Tapi kita tidak bisa membiarkan hidup kita stagnant di satu tempat. So, teruslah membaca buku. Tetap mencintai buku. Don’t let your mind freeze.Ā 

Kedai 1002 Mimpi

Buku karya Valiant Budi ini merupakan kisah lanjutan dari buku pertamanya ā€œKedai 1001 Mimpiā€. Katanya di buku pertama tersebut Valiant Budi alias Vabyo menceritakan bagaimana pengalamannya selama bekerja di Arab Saudi. Ia bekerja sebagai barista dibawah perintah seorang bos asal Filipina dan ditemani beberapa pegawai lain dari berbagai latar belakang. Ternyata, Vabyo yang juga seorang seleb twit ini mengatakan bahwa banyak kejadian absurd selama ia bekerja di sana. Semua tertulis di buku pertama, sementara di buku kedua ini Vabyo banyak bercerita tentang kehidupannya pasca berhasil kabur dari negara timur tengah tersebut.

Nah kan aku nggak baca buku pertama ya, tetapi di buku kedua ini juga disiratkan sedikit cerita Vabyo selama menjadi TKI. Beberapa cerita flash back, serta cerita Vabyo ketika melanjutkan kehidupan di Indonesia. Titik berat di buku kedua ini adalah kita diajak mengikuti nasib Vabyo, mulai dari mendirikan kedai kopi, menghadapi para peneror, muncul sebagai narasumber talkshow, sampai cerita jalan-jalannya ke Eropa.

Aku sempat ingin menghentikan membaca ketika di awal-awal halaman. Kenapa? Entahlah mungkin karena nggak terima aja saat Vabyo menyebutkan satu persatu keburukan Arab. Tapi urung karena kok rasanya nggak bijak banget menghakimi hanya dari beberapa halaman awal saja. Akhirnya kuputuskan melanjutkan membaca, setidaknya aku ingin tahu seperti apa sebenarnya si Vabyo ini. Dan berhasil rampung dalam empat hari dengan perasaan geram pengen segera menulis review.

Vabyo benar-benar membeberkan pengalaman buruknya ketika di Arab. Dan aku sangat tidak merekomendasikan dan bahkan nggak boleh dibaca oleh orang awam, terutama bagi mereka yang kerap membenci Arab. Disisi lain bagi pembela Arab pun nggak boleh langsung membaca apalagi kalau bacanya hanya halaman awal dan bacanya TANPA DISERTAI ILMU serta KEJERNIHAN PIKIRAN. Aku berada dimana? Aku adalah yang membenci kebencian terhadap Arab (bagaimanapun kita tidak bisa men-judge sesuatu hanya karena kita mendengar kata orang atau hanya karena berita yang tak jelas kevalidannya, pun hanya dari beberapa bulan pengalaman yang diambil dari satu sudut pandang saja) dan aku bukan yang berani berkoar membela negara dengan dua kota suci itu (ilmuku sangat amat rendah dan aku juga nggak pernah merasakan tinggal disana).

Aku akan berkomentar dari sudut pandangku sebagai pembaca. Vabyo kan hanya bercerita dari sudut pandang seorang TKI ya. Pegawai yang bekerja di sebuah kedai dan dikelilingi orang dari berbagai negeri dan berbagai latar belakang. Namanya pegawai dimana-mana juga sama ā€“ harus ikut kata bos. Samiā€™na wa athoā€™na. Ia berada di lingkungan yang sepertinya jauh dari menuntut ilmu. Disana hanya bekerja, nyari uang saja, baik bos atau pegawai. Bukan lingkungan pendidikan seperti masjid atau sekolah, bukan dikelilingi orang-orang berpendidikan terutama pendidikan agama atau pendidikan lainnya. Jadi aku melihatnya sama, kalau bukan lingkungan pendidikan ya manusia-manusianya jauh dari berpendidikan. Beda lagi kalau misalnya Vabyo datang ke Arab untuk menuntut ilmu, ia pasti akan datang ke Universitas Madinah misalnya, dan akan dikelilingi manusia-manusia berpendidikan. Jangan men-judge sesuatu itu jelek hanya dari satu sisi kecil.

Tapi Vabyo juga cukup rasional, selain menyebutkan kejadian buruk TKI di Arab, ia juga menceritakan tentang seorang pemain sepak bola asing yang meninggal di Indonesia akibat rentetan dari gaji yang tidak dibayar. Nasib pegawai asing yang bekerja di negeri orang. Jauh dari keluarga, kesulitan bahasa, budaya yang berbeda, dan buta hukum negara. Hal ini membuka mata kita, terutama bagi muslim, ingatlah bagaimana akhlak Rasulullah memperlakukan sesama manusia. Ingat juga bahwa kita harusnya membayar gaji pegawai sebelum keringatnya kering. Ini juga membuat kita berandai jika standar yang ditetapkan diseluruh dunia itu sama, hukum yang dipakai satu, hukum buatan Allah sesuai Al Qurā€™an dan As Sunnah.

Salah satu alasan aku sangat tidak menyarankan bagi pembaca awam adalah karena buku ini ditulis subyektif dari sudut pandang Vabyo. Ia pernah menuliskan bahwa mengucapkan selamat natal termasuk aspek sosial dalam bertoleransi [hal. 194], bayangkan jika ada pembaca yang merasa memiliki sudut pandang yang sama pasti akan merasa bangga karena punya teman serupa. Dalam hati mengiyakan bahwa bertoleransi itu boleh selama tidak mengikuti ibadahnya. Padahal nggak semudah itu kita memilih pendapat yang memudahkan. Setiap ada ikhtilaf (perbedaan) para ulama kita bisa milih yang menguntungkan kita, maka sampai akhir kita akan menjadi pengekor alias taklid buta, mengekor bukan pada ulama tapi pada hawa nafsu kita. Sama halnya ketika Vabyo traveling ke Vatikan, memasuki sebuah gereja dan seolah turut berdoā€™a meskipun tuhannya berbeda [hal. 245-246]. Pembaca mungkin menganggap kalau berdoā€™a di tempat apapun itu tak masalah.

Terus terang ini paham yang berbahaya. Bagaimana mungkin menganggap semua agama adalah sama, menganggap agama hanya embel-embel identitas [hal. 247]. Ini paham paling menyesatkan saat ini. Muslim kok nggak berwibawa banget, sudah jelas Allah menyebutkan bahwa agama disisi Allah hanya Islam.

Anyway terimakasih untuk buku ini, untukku ini bukan buku motivasi atau menginspirasi, tapi cukup memberi informasi tentang Arab Saudi. Betapa jauhnya kita dari Rasulullah shallallahu ā€˜alaihi wasalam, kita sudah berada di akhir zaman. Fitnah bertebaran, bahkan di negara kelahiran Nabi. Islam semakin asing, sementara apakah kita termasuk orang yang beruntung? Orang yang tetap berpegang pada ajaran Nabi shallallahu ā€˜alaihi wasalam disaat semua berbuat kerusakan?

IMG20160513223108
Paperback, 384 pages
Published May 2014 by GagasMedia
Original Title:Ā Kedai 1002 Mimpi
ISBN:Ā 9797807118 (ISBN13: 9789797807115)
Edition Language:Ā Indonesian

Konvoi Kelulusan = Nggak ELIT

Seorang muslim itu adalah yang mana kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya [HR. Muslim]

nggak elit pic

Hari ini sepanjang jalan pulang saya menemukan segerombolan anak SMA, yang masih berseragam tapi sudah tidak putih lagi, sambil naik motor danĀ mbeleyerĀ sana sini. Meskipun UN sudah dinyatakan lulus tapi sekolah kan belum resmi mewisuda jadi masih dikatakan anak SMA lah ya. Sikapnya petentang petenteng memenuhi sebagian besar jalan raya. Mungkin juga diiringi sifat sombong karena telah dinyatakan berhasil dalam ujian akhir. Atau mungkin juga lupa bahwa keberhasilan itu karena Allah sehingga akhirnya malah melakukan perbuatan sia-sia yang mengganggu.

Merasa bangga karena sudah lulus? Emang yakin itu hasil kerja keras sendiri? Jujur? Nggak usah bangga kalau itu hasil nyontek. Nggak ada kebanggaan sama sekali dari hasil ujian yang nggak jujur, sebagus apapun itu.

Merayakan kelulusan yang mungkin nggak jujur itu dengan cara konvoi? Corat coret seragam yang dibelikan oleh orang tua? Memenuhi jalan raya pake motor dan teriakan teriakan? Sekali seumur hidup? Refresing setelah ujian?

Dan paling parahnya… mereka pikir itu keren?

SALAH. Itu MENGGANGGU. Super mengganggu pengguna jalan lain. Bikin macet dan pemandangan tidak menyenangkan. Apalagi itu sama sekali NGGAK ELIT. Norak! Menjijikkan!

Sudahlah, itu sama sekali bukan lifestyle orang sukses. Bukan akhlak penuntut ilmu. Apa barangkali lupa sama adab?

Tinggalkan lifestyle nggak elit itu. Disgusting. Tumbuhkan rasa malu terhadap sesuatu yang norak itu. Setiap agama punya akhlak dan akhlak Islam adalah malu. Lulus SMA bukan akhir tapi justru awal. Sekedar lulus itu mainstream, pikirkan lagi setelah lulus mau apa.

Kalau ingin merayakan, lakukan sesuatu yang lebih elegan dan lebih bermanfaat. Jadilah kreatif tapi tidak merugikan orang lain.